Royong yang dikenal dalam masyarakat Makassar adalah sejenis nyanyian untuk anak-anak kecil (bayi) yang sering dinyanyikan oleh orang-orang tua di Makassar untuk sang buah hati yang masih berumur sekitar 40 hari. Berdasarkan bunyi pertama dari permulaan sebuah royong, maka royong ada yang disebut pajjapa daeng atau turinanung, cuwi dan kurru-kurru jangang yang bermakna bahwa umat manusia selalu melihat ketempat yang tinggi. Royong biasanya dilantunkan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, terutama pada pesta penyunatan atau khitanan, perkawinan ataupun pada acara aqiqah. Khusus pada pesta adat, royong biasanya diiringi dengan alat musik tradisional, seperti anak baccing (dua anak besi yang dipukulkan), curiga (rantai yang saling dipukulkan satu dengan yang lainya), gong, gandrang (genderang), pui'-pui', dekkang dan lain sebagainya.
Jika dibaca atau didengar secara sekilas naskah royong yang ada, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam naskah royong tersebut sudah banyak yang tidak diketahui artinya, terutama bagi generasi muda sekarang ini karena kata-kata tersebut sudah jarang didengar ataupun dipergunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari dalam masyarakat makassar. Namun, apabila naskah itu dibaca atau disimak secara mendalam, maka ternyata royong tersebut dilantunkan dengan maksud agar orang yang diroyongkan itu mendapat keselamatan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman dan kesejahtraan dalam kehidupannya.
Royong sebagai salah satu sastra lisan, cara penyampaiannya hanya dihafal oleh orang-orang tua jaman dahulu, sehingga apabila tidak diantisipasi sedini mungkin maka naskah ini dikhawatirkan akan punah. Meskipun demikian, naskah ini sudah ada yang berhasil didokumentasikan, seperti royong appatinro ana', pakkio' sumanga', a'bu'bu bunting dan lain sebagainya.
Fungsi royong menurut pandangan Masyarakat Makassar pada dasarnya sebagai:
- Pengantar tidur.
- Pengundang rezeki dan penolak bala atau penangkal malapetaka.
- Pengesahan suatu adat atau tata cara kebiasaan kelompok masyarakat Makassar.
- Media pendidikan budi pekerti atau pemahaman norma-norma positif kepada generasi penerus.
Dalam kaitannya dengan strata sosial masyarakat Makassar, ternyata tidak semua lapisan masyarakat dapat diroyongkan. Orang-orang yang dapat diroyongkan adalah anak karaeng atau anak bangsawann di daerah itu. Oleh karena itu, jenis sastra ini tidak mengalami perkembangan karena orang-orang yang mampu melantunkannya sudah sangat terbatas dan semakin berkurang jumlahnya. Dengan demikian, sangat diharapkan agar generasi muda dapat mengkreasikan royong dalam bentuk yang kreatif sehingga jenis sastra ini lebih menarik dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial.
Contoh teks royong untuk pengantar tidur:
"Ana' tinro mako naung.. Pakaselaki matannu..
Mata ta'do'do'.. pa'lungang manakku tommi..
I Baso sallang lompo.. na'bayuang se're bori.
Manna tanjari.. punna kaleleang mamo..
Ana'.. tinro mako naung.. Pakaselaki matannu..
Ambangungko nai'.. Te'ne tommi pa'mai'nu.."
"Tidurlah Anakku sayang.. lelapkanlah matamu..
Mata yang mengantuk.. Bantalmupun telah merindukanmu..
Bila nanti engkau dewasa.. menjadi kekasih seluruh alam..
walau tak jadi.. asalkan sudah terbagi..
Tidurlah anakku sayang.. Lelapkanlah matamu..
Bila nanti engkau bangun.. bahagia sudah perasaanmu.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar